Baru Tamat SMA?
Mau Kuliah kemana?
Lutfi Prayogi adalah satu dari sekian banyak orang Indonesia yang beruntung karena diberikan kesempatan untuk terbang ke New Zealand dalam rangka menempuh program master di University of Auckland. Pengalamannya tinggal di New Zealand membuat Lutfi mengerti bahwa pengalaman tinggal di negara lain sangatlah penting. Berikut ini cerita lengkap yang dibagikan Lutfi.
Halo teman-teman, salam kenal. Nama saya Lutfi Prayogi, domisili di Depok, Jawa Barat. Terakhir kali kuliah di The University of Auckland (UoA), Selandia Baru, program Master of Urban Planning angkatan 2014.
Banyak juga yang tanya pertimbangan apa yang saya lakukan ketika memilih NZ. Jawabannya, Selandia Baru adalah negara kecil yang damai dan sejahtera, sangat berbeda dari Indonesia yang besar namun masih dihantui berbagai masalah pelik. Selandia Baru juga merupakan negara Barat yang secara geopolitik berbeda dari mayoritas negara Barat lain. Selain karakteristik Selandia Baru tersebut, yang membuat saya tertarik untuk melanjutkan kuliah di Selandia Baru adalah persepsi saya mengenai sedikitnya mahasiswa dan warga Indonesia di negara ini. Di sisi lain, kualitas pendidikan yang ditawarkan oleh UoA tidak jauh berbeda dari yang ditawarkan oleh banyak institusi pendidikan tinggi di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia.
Hal yang dipelajari dalam jurusan:
Saya mempelajari mengenai fenomena perkembangan kota di berbagai masa serta mazhab-mazhab utama perencanaan kota yang telah dikenal dan diaplikasikan secara luas. Selanjutnya saya mempelajari berbagai isu yang perlu diperhatikan terkait perencanaan dan perancangan kota di era kontemporer.Pada akhirnya saya berlatih merencanakan dan merancang kota dengan metode dan alat yang umum digunakan hariini.
Kalau ngomongin soal fasilitas, bisa di bilang bagus banget. Fasilitas yang disediakan oleh UoA benar-benar sangat lengkap. Fasilitas yang disediakan membuat proses belajar dan meneliti menjadi sangat menyenangkan dan dapat dinikmati. Fasilitas tersebut juga sangat merangsang mahasiswa untuk belajar dan meneliti secara serius. Fasilitas yang saya favoritkan adalah meja kerja dan loker pribadi, dapur mini, komputer canggih berlayar lebar serta sambungan internet yang sangat cepat, mesin pencetak (printer) serbaguna yang dikenakan tarif rendah, serta langganan jurnal akademik yang seakan tanpa batas.
Sistem Perkuliahan dan Ujian
Tidak ada yang spesial dari sistem perkuliahan di jurusan saya. Beban kuliah di alokasikan melalui sistem poin (semacam SKS). Dosen menjelaskan dasar-dasar dari pengetahuan yang ingin disampaikan kemahasiswa melalui sesi ceramah/tatap muka, mahasiswa kemudian mengembangkan dasar-dasar pengetahuan tersebut dengan mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen. Kunjungan lapangan sesekali diadakan untuk memperjelas hal-hal yang disampaikan oleh dosen saat ceramah ataupun untuk menjelaskan mengenai tugas yang perlu diselesaikan oleh mahasiswa.Tidak ada yang spesial juga dari sistem ujian di jurusan saya. Ujian diadakan untuk mengujikan hal-hal yang telah dibahas oleh dosen di sesi ceramah. Ada beberapa hal unik yang dilakukan oleh pihak universitas untuk mencegah mahasiswa berlaku curang saat ujian, seperti pengacakan ruang ujian dan pemeriksaan peralatan elektronik.
Dosen favorit saya adalah Dr. Marjorie van Roon, dosen mata kuliah Urban Planning and the Environment. Tidak ada yang spesial dari cara beliau mengajar. Namun, saya sangat mengapresiasi silabus yang beliau susun.Silabus yang beliau susun menginspirasi saya mengenai bagai mana seharusnya seorang cendekia berpikir dan mengaktualisasikan pemikirannya. Dosen adalah manusia biasa dengan berbagai ragam sifatnya. Salah satu tips pragmatis untuk dapat menjadi mahasiswa yang sukses adalah dengan menganggap dosen sebagai fasilitator proses belajar kita. Mereka ada untuk membantu kita di berbagai tahap pembelajaran kita.
Saya hanya sesekali berpartisipasi di kegiatan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Auckland serta masyarakat Indonesia di Auckland. Kegiatan-kegiatan yang saya ikuti antara lain adalah diskusi, pengajian, pameran Indonesia, dan pentas budaya Indonesia.
Tempat Tinggal di Selandia Baru:
Saya tinggal di apartemen yang dimiliki oleh swasta (bukan dimiliki oleh universitas). Menurut saya pemilihan tempat tinggal adalah suatu hal yang sangat krusial dan rumit. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan saat memilih tempat tinggal, seperti lokasi, biaya, kualitas properti, jenis properti, kawan berbagi tempat tinggal, dsb. Saya menyarankan kepada setiap calon mahasiswa di luar negeri untuk mengalokasikan waktu dan energi yang cukup untuk memilih dan menentukan tempat tinggal.
Langkah pertama dalam memilih tempat tinggal adalah menetapkan hal-hal yang menjadi prioritas kita dalam pertimbangan pemilihan tempat tinggal, misal: lokasi harus dalam 10 menit berjalan kaki dari kampus, biaya sewa maksimal 200$/minggu, dsb. Langkah kedua adalah menyusun daftar alternatif tempat tinggal berdasarkan berbagai pertimbangan yang telah kita susun dan prioritaskan. Langkah ketiga adalah mengecek langsung properti yang kita inginkan untuk menjadi tempat tinggal kita.
Selandia Baru adalah negara yang dikaruniai Tuhan tanah yang indah serta kondisi geopolitik yang relatif minim konflik. Hal pertama yang saya kagumi dari Selandia Baru adalah kemampuannya mengelola industri peternakan serta turunannya hingga mampu menyejahterakan penduduknya. Pengelolaan industri tersebut mampu menyejajarkan kesejahteraan penduduknya dengan kesejahteraan penduduk negara-negara lain yang sejahtera akibat industri manufaktur. Hal kedua yang saya kagumi dari Selandia Baru adalah pengelolaan obyek-obyek pariwisatanya yang membuat pengalaman berwisata di Selandia Baru menjadi amat sangat menyenangkan.
Soal kebiasaan belajar, tidak ada yang spesial dari cara belajar yang saya lakukan. Saya hanya menetapkan bahwa dalam seminggu saya harus belajar sekitar 5 x 8 jam, baik berupa menghadiri ceramah atau pun mandiri mengerjakan tugas. Untuk mengatasi kebosanan, terkadang saya berpindah-pindah tempat belajar. Sebagian besar waktu saya belajar di meja kerja saya, namun terkadang saya belajar di perpustakaan dan di taman.
Nah, yang bikin galau kalau kangen masakan Indonesia. Hanya ada sekitar 3-4 restoran Indonesia di Auckland, namun ada banyak warga Indonesia yang menyediakan layanan katering makanan Indonesia.
Gambaran singkat biaya hidup di Auckland:
Untuk gaya hidup normal dibutuhkan sekitar 1,500 NZD (15 juta IDR) per bulan. Pengeluaran tersebut sudah termasuk akomodasi yang layak, konsumsi yang sehat, pengeluaran transportasi umum secukupnya, serta kebutuhan-kebutuhan tersier (makan di restoran, menonton di bioskop, jalan-jalan, beli pakaian bagus) secukupnya.
Pengalaman Unik:
Pengalaman unik pertama adalah harus menjelaskan dengan sabar mengenai identitas diri saya (Indonesia dan Islam) yang disalah pahami oleh sebagian orang. Pengalaman unik kedua adalah mempresentasikan karya dan buah pemikiran saya di depan banyak orang dari berbagai negara serta mendapatkan penghargaan atas presentasi tersebut.
Tips dan Motivasi
Selagi muda dan belum ada hambatan berarti untuk meninggalkan tanah air, merantaulah ke luar negeri, baik untuk belajar atau pun untuk mencari pengalaman kerja. Merantaulah ke tempat yang kamu rasa berbeda dari tempat tinggal kamu saat ini. Ilmu dan pengetahuan yang kamu dapatkan di tempat tersebut akan sangat bermanfaat untuk hidup kamu seterusnya.
Reporter: Adelina Mayang.
∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆
Mau tahu info lengkap lainnya? Datang langsung ke Jalan air bersih / jln Karimuddin Hasballah , ruko no 41, disamping mitra klinik, (bisa lewat jln Peutua Ibrahim dekat Kantor RRI pajak inpres) pas di simpang empatnya trus belok kiri, atau telfon aja ke nomor :
0823 6715 2233 ataupun ke nomor
0823 6493 9007 untuk ikut kelas dengan penawaran menarik sekarang juga!