Jumat, 13 September 2019

Pengalamanku Mengikuti Ujian di Negara Ratu Elizabeth. OLEH KHAIRISMA ZAINUDDIN. (Instruktur Cambridge School Lhokseumawe)

Pengalamanku Mengikuti Ujian di Negara Ratu Elizabeth.

OLEH KHAIRISMA ZAINUDDIN.
(Instruktur Cambridge School Lhokseumawe)

alumnus IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, Awardee LPDP, alumnus MBA Islamic Banking and Finance di Bangor University Wales, United Kingdom, dan instruktur di Cambridge School Lhokseumawe menceritakan pengalamannya selama di London

DESEMBER dan Januari menjadi bulan penuh tantangan bagi mahasiswa di Inggris. Meskipun pada bulan tersebut temperatur bisa mencapai 0 derajat Celcius hingga minus yang bisa mendatangkan angin kencang dan hujan es hingga salju, toh ujian tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.

Bagi saya yang melanjutkan program magister di Bangor University, ujian dimulai pada tanggal l8-19 Januari 2018. Tidak berbeda dengan mahasiswa pada umumnya, mahasiswa di sini pun sudah mempersiapkan diri jauh sebelum ujian dimulai, mengingat susahnya ujian di negeri Ratu Elizabeth ini. 



Pustaka menjadi tempat yang paling favorit untuk dikunjungi, selain banyak referensi yang bisa ditemukan, suasananya nyaman, hening dan hangat.

Ada beberapa fasilitas gratis yang diberikan pihak universitas untuk mahasiswa pada masa ujian, seperti kopi dan the yang disediakan di perpustakaan. Uniknya, pihak kampus juga memberikan pelayanan spa gratis atau lebih dikenal dengan pijat yang bertujuan untuk mengurangi rasa stres dan ketegangan bagi mahasiswa dalam menghadapi ujian.


Berbeda dengan momen-momen ujian yang saya alami sebelumnya, liburan dijadwalkan sebulan sebelum ujian dimulai. Dengan kata lain, mahasiswa tidak memiliki waktu untuk bersenang-senang karena liburan digunakan sebagai waktu belajar dan kelas akan kembali aktif seperti biasa, begitu ujian selesai diselenggarakan.

Ada tiga bentuk ujian yang yang dihadapi oleh mahasiswa di sini. Pada umumnya mahasiswa di Inggris ditugaskan untuk menulis esai sebanyak 3.500 kata dengan satu topik yang waktu pengumpulannya bisa mencapai seminggu hingga sebulan.



 Terlihat mudah, tetapi sebenarnyna ini ialah ujian yang sangat sulit karena mahasiswa dituntut untuk menjadi peneliti di setiap esai yang mereka kerjakan dan harus disertai dengan kutipan akademik, baik dari buku, koran,website, artikel maupun jurnal.

Esai tersebut akan dikumpulkan melalui “Turnitin”, yaitu website yang dapat mendeteksi tindakan plagiasi. Kesulitannya ialah kutipan yang diambil dari setiap referensi harus diubah kata dan struktur bahasanya karena bisa terdeteksi sebagai plagiat meskipun kita menyebutkan nama penulisnya .

Ada pula ujian yang disebut ujian “take away” oleh mahasiswa, yaitu ujian yang dikerjakan di rumah. Dalam ujian ini, dosen akan mengirimkan soal ujian melalui email universitas.

 Mahasiswa diberikan waktu satu sampai dua hari untuk menyelesaikannya dan kemudian akan dikumpulkan melalui Turnitin. Konsepnya sama dengan ujian menulis esai, hanya saja jumlah katanya lebih sedikit dan soalnya jauh lebih sulit. 

Bisanya dosen akan memberikan dua soal yang harus dijawab sebanyak 1.000 kata untuk masing-masing soal.

Adapun bentuk ujian yang ketiga sama dengan ujian yang biasanya dilaksanakan di Indonesia, “classroom exam”, ujian di kelas. Hampir semua dosen di Bangor University menerapkan bentuk ujian yang ketiga ini. 

Classroom exam dipersiapkan dengan sangat baik oleh para staf universitas. Ada sepuluh ruangan besar yang digunakan dalam ujian kali ini, dan ruangan-ruangan tersebut biasanya dimanfaatkan untuk acara-acara besar seperti wisuda dan seminar.

 Ruangan sudah disusun rapi lengkap dengan kursi, meja yang berukuran kira-kira 1x1 meter (bukan meja yang digunakan untuk belajar), dan dua jam besar yang diletakkan di depan ruangan.

Ruangan tersebut bisa diisi lebih dari 1.000 mahasiswa dari 2 atau 3 jurusan yang berbeda. Sebelum memasuki ruang ujian, mahasiswa diwajibkan untuk menunjukkan kartu mahasiswa dan mengisi daftar kehadiran di selembar kertas yang sudah disediakan panitia.

 Mahasiswa tidak diizinkan untuk menggunankan jaket meskipun dalam keadaan dingin, dengan alasan akan terjadi keributan karena gesekannya dan juga dikhawatirkan terjadi kecurangan dengan cara menyelipkan catatan-catatan kecil sebagai contekan.

Jadi, mahasiswa sudah mempersiapkan diri dengan menggunakan dua sampai empat lapis pakaian agar nyaman dalam menjalani ujian. Bukan berarti ruangan ujian tidak ada penghangatnya, tetapi karena ruangan yang sangat besar dan cuaca yang benar-benar dingin membuat ruangan jauh dari rasa hangat bagi mahasiswa yang berasal dari negara beriklim tropis.

Memasuki ruang ujian, masing-masing mahasiswa diarahkan untuk mengambil lembar soal yang sudah diletakkan di depan pintu masuk menurut mata kuliahnya. Di atas tiap-tiap meja, sudah disediakan kertas jawaban yang mana mahasiswa diwajibkan untuk mengisi keterangan nama, nomor mahasiswa, mata kuliah, dan lain sebagainya. 

Bagian nama harus ditutup dan direkatkan dengan perekat yang sudah disediakan. Fungsinya adalah agar para dosen tidak memberikan penilaian secara subjektif. Jadi, seaktif apa pun mahasiswa ketika di kelas dan sedekat apa pun mahasiswa dengan dosennya, tidak akan memengaruhi nilai ujiannya karena di sini mahasiswa dituntut untuk benar-benar maksimal dalam mengerjakan soal yang diberikan. 

Nantinya dosen akan memberikan nilai sesuai dengan nomor mahasiswa tanpa mengenali pemilik nomor tersebut. Pada umumnya, ada lima soal yang diberikan, namun mahasiswa hanya perlu menjawab dua soal saja. 

Diberikan waktu selama dua jam untuk menyelesaikan soal. 

Bentuk soal bukanlah pertanyaan untuk menjawab teori, melainkan berbentuk studi kasus yang harus diteliti oleh mahasiswa dengan memaparkan teori dan beberapa kutipan sebagai penguat argumen. 

Dengan kata lain, mahasiswa harus menjawab soal dengan bentuk esai yang mana jawaban dimulai dengan kata pengantar, inti paragraf, hingga kesimpulan. Jadi, semakin banyak mahasiswa membaca jurnal dan artikel, semakin mudah baginya dalam menjawab pertanyaan.

Tidak ada yang diperbolehkan untuk bersuara, kecuali panitia ujian. Barang siapa yang ingin meminta izin, misalnya, ke toilet, maka mahasiswa tersebut harus mengangkat tangannya dan akan diantar langsung oleh panitia hingga ke luar dari pintu ruangan, lalu akan dijemput kembali dan dintarkan hingga ke tempat duduk.

Selesai ujian, mahasiswa akan dipanggil sesuai dengan arahan panitia dan mengumpulkan lembar jawaban ke dalam box yang telah diberikan kode mata kuliahnya. 

Kertas jawaban akan diberikan kepada dosen-dosen yang bersangkutan dan kemudian dosen akan mengembalikan kertas jawaban yang sudah dinilai ke bagian akademik.

Para staf akademik akan merekap nilai dan akan mengumumkannya melalui website universitas lengkap dengan catatan masukan yang diberikan dosen kepada tiap-tiap mahasiswa berdasarkan jawaban yang diberikan di lembar jawaban ujian.

Sama seperti kampus-kampus pada umumnya, jika mahasiswa tidak mecapai nilai standar kelulusan, maka ia harus mengikuti ujian susulan. 

Saya merasa ujian kali ini menjadi ujian yang paling menegangkan dibanding ujian-ujian yang pernah saya hadapi sebelumnya. Selain standar soal yang diberikan sebagai master lebih sulit, perbedaan bahasa juga menjadi masalah utama bagi seluruh mahasiswa internasional yang berada di sini.

Konsepnya sebenarnya sangat sederhana “mahasiswa khawatir jika dosen tidak memahami apa yang mereka sampaikan dalam tulisan mereka”, tapi ini akan berdampak sangat besar terhadap nilai yang akan diberikan.

 Bagi saya pribadi, teman memiliki peran yang besar dalam momen seperti ini. Meski berasal dari negara dan agama yang berbeda, tapi banyak dukungan yang mereka berikan kepada saya, misalnya, mengirimkan sms berupa doa, dan hampir semua teman muslim mengingatkan saya untuk berzikir sebelum masuk ke dalam ruangan ujian agar Allah memudahkan segalanya.

Indahnya ukhuwah dan saya marasa sangat tentram meski beban yang saya rasakan sangat besar karena pertama kalinya menghadapi ujian di negara berbasis bahasa Inggris ini. 

Setelah seluruh prosesi ujian berakhir, hampir semua mahasiswa di sini mengadakan pesta untuk merayakan berakhirnya ujian. 

Sebagian mengadakan makan malam bersama di flat, di rumah, dan di asrama, bahkan ada pula yang ke restoran, pub, bar, night club, ataupun diskotik. 

Begitulah sedikit pengalaman saya mengikuti ujian di sini. Intinya, tidak ada ujian yang mudah, di mana pun dan apa pun bentuknya harus dihadapi dengan sungguh-sungguh. Do your best, let Allah do the rest, lakukanlah yang terbaik, selebihnya urusan Allah.

Nah, bagi kawan-kawan yang memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan kuliah ke luar negeri, tetap semangat ya, tetap berdo'a dan terus berusaha, jangan lupa persiapkan bahasa inggris mu dengan baik, ya. 

Untuk kamu yang tinggal di Lhokseumawe, yuk gabung di kelas untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris di Cambridge School Lhokseumawe. 
Tanya-tanya aja dulu yuk, whatsapp aja.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Menjawab Wawancara Kerja dalam bahasa Inggris

Berikut 10 soal wawancara kerja dalam bahasa Inggris beserta contoh jawaban: Soal 1: Pengenalan Diri Pertanyaan: Can you tell me...