Selasa, 15 Agustus 2017

Salah Satu Instruktur Cambridge Lhokseumawe Bercerita tentang Perjuangannya Meraih Beasiswa di Australia

Miss Dahniar.
Salah satu instruktur Cambridge Lhokseumawe bercerita tentang Perjuangannya meraih Beasiswa.

Pengalaman untuk Mencoba

Tulisan ini ditulis untuk  memberikan gambaran kepada mereka yang ingin melanjutkan kuliah diluar negeri.

Saya seorang guru bahasa Inggris dari fakultas keguruan universitas Syiah Kuala yang awalnya tidak memiliki ketertarikan untuk melanjutkan study ke jenjang S2 meskipun beberapa teman pintar saya di kampus dulu sudah melanglang buana ke beberapa negara untuk study lanjutan mereka. Pikiran pertama pada saat itu  adalah “wajar, mereka pintar”, dan saya tidak terlalu yakin dengan kemampuan saya.

Pada suatu ketika, disekolah tempat saya bekerja, saya bertemu dengan guru baru yang bukan dari jurusan Bahasa Inggris namun dari kampus yang sama yang memiliki semangat yang luar biasa dalam mencari beasiswa.

Dia mencoba semua beasiswa yang ditawarkan oleh beberapa negar meski Bahasa Inggrisnya pas-pas an. Disitulah saya berfikir “kenapa saya yang bisa Bahasa Inggris justru tidak melakukan hal yang sama seperti dia, padahal dia yang pas- pas an Bahasa Inggrisnya begitu gigih berusaha”
Mulailah saya bertanya padanya, apa saja jenis beasiswanya.

Dia begitu semangat menjelaskan semua jenis beasiswa dari beberapa negara. Pada saat itu, sekitar tahun 2008, Pemerintah lokal  Aceh melalui kantor gubernurnya, mebuat pengumuman besar-besaran di surat kabar local tentang beasiswa besar- besaran untuk S2 keluar negeri.

Rekan kerja saya ini bertanya “apakah kakak mau coba?” karena dia mau coba.
Dan beasiswa inipun saya tau dari dia ( .

Pada saat itu syarat yang diminta hanya ipk sekitar  3.00. Dan rata-rata beasiswa keluar negeri memang tidak mematok syarat ipk tinggi. Dengan ipk 2, 75, dan 3.00, anda bisa mendaftarkan beasiswa keluar negeri.

Tapi ada satu syarat yang seringkali menjadi kendala bagi mereka yang ingin keluar negeri yaitu “BAHASA ASING NEGARA YANG DITUJU”. Untuk beasiswa saya yang dulu, syarat toefl sekitar 450 keatas.
Saat itu masih belum pake toefl ITP. Dengan toefl yang dikeluarkan kampus sudah boleh mendaftar karena pada saat itu pemerintah Aceh memang memudahkan sekali syaratnya. Tapi tetap, dari ribuan pelamar, yang dipilih tetap mereka yang memiliki nilai TOEFL tinggi. (Saya sempat mendengar perkataan pimpinan beasiswa waktu saya memasukkan berkas, ia berkata “yang TOEFL 500 keatas dipisah”).
Dari situ saya merasa sedikit yakin (. Setelah memasukkan berkas, pengumuman lanjutan diumumkan , bahwa para peserta pencari beasiswa harus mengikuti wawancara .

Ada sebagian diwawancara oleh mereka yang bule ada yang diwawancara oleh pihak pemberi beasiswa. Saya ketiban diwawancara oleh pimpinan beasiswa.

Pertanyaannya  seputar
“ Why do you want to go abroad?, Do you want to leave your job?
, I heard your work place gives you a good salary? ect”

Intinya pertanyaan yang harus membuat kita bisa meyakinkan mereka bahwa kita benar-benar ingin keluar dan melanjutkan kuliah dan bisa memberikan sesuatu kepada daerah setelahnya.
Setelah  lolos wawancara , pengumuman berikutnya, kami harus mengikuti test IELTS.

Apa itu test IELTS?, wallahu’alam ( pada saat itu.

Tanpa persiapan, saya mengikuti testnya. Karena saya terbiasa mengikuti test TOEFL jadi tidak terlalu takut dengan listening meski ternyata  listening seectionnya sangat berbeda denagn TOEFL. Yang bisa saya katakan adalah IELTS lebih susah daripada TOEFL. Salah satunya dibagian Listening, karena kita harus bisa mengisi jawaban disaat mereka terus berbicara.

Untuk reading, Alhamdulillah ternyata soal readingnya, model test masuk kerja saya. Dan dikarenakan seringnya saya menterjemahkan dokumen pada saat di NGO, reading menjadi lebih mudah.
Saat itu  test Speaking ditiadakan (mungkin karena sudah wawancara dalam bahasa Inggris), namun ada test Writing yang juga agak “menakutkan” bagi pemula dan yang bukan pemula. Writing IELTS membutuhkan ide (Tapi rata-rata writing memang butuh ide ya (. Maksudnya ide disini adalah, ide yang nyambung dengan topiknya. Jadi yang membuatnya menakutkan adalah, jika topic yang diberikan tidak pernah kita dengar sama sekali atau kurangnya bacaan kita tentang hal tersebut.

Topiknya bervariasi, tentang lingkungan, pendidikan, olahraga, kebijakan publik, dan sebagainya.
Sekitar sebulan atau dua bulan (don’t remember exactly how long) pengumuman akhir diumumkan di Koran nama-nama penerima beasiswa ke dua negara, Jerman dan Australia.

Dan nama saya masuk kedalam peneriman beasiswa ke negara Australia. Saya bingung plus tidak terlalu excited awalnya, karena lulusnya ke Australia, kok bukan Inggris seperti yang saya pilih. Ternyata memang pada saat itu hanya dua negara fokus besarnya.
Saya berangkat tahun 2010, meski saya dapat jatah beasiswa tahun 2009.

Dikarenakan saya mengalami kecelakaan serius yang harus menjalani operasi kepala, saya akhirnya meminta penundaan beasiswa dan disetujui oleh pihak beasiswa. Dan biaya kuliah saya disimpan oleh mereka selama setahun. Saya sempat disuruh mengikuti kursus Bahasa Inggris lagi sebagai bentuk keseriusan saya untuk melanjutkan kuliah agar mereka tidak mencabut beasiswa saya. Akhirnya saya ikuti sambil mendaftar ke kampus Australia sendiri dengan berkas-berkas yang sudah diberikan oleh pihak beasiswa seperti surat Sponsor (ini yang penting().
Setelah diterima, dapat Letter of Acceptance (LoA) dari kampus, saya baru bisa mengurus visa. Berhubung berangkat sendiri, jadi urus visa sendirian. Mengurus student visa bisa dilakukan di satu perwakilan Australia di Medan disertai dengan hasil medical check up dari klinik yang sudah ditentukan.

And finally, dapatlah visa dan berangkatlah saya sendirian dimalam hari ke Australia. Seru plus senang ketika semua urusan selesai. Dan bangga juga bisa mengurus sendirian. Meski awalnya seperti saya sebutkan tadi kurang excited, tapi ternyata begitu sampai disana, melihat kota Melbourne, pikiran saya berubah. Ternyata Melbourne sangat indah, tidak kalah dengan Inggris.

Begitulah sedikit kisah pencarian beasiswa saya, semoga memberi inspirasi dan semangat bagi yang mau melanjutkan kuliah diluar negeri. Untuk pengalaman belajar diluar negeri akan saya tulis dibagian lain.

TIPS bagi anda yang mau kuliah diluar :

Jangan meragukan kemampuan diri, dan lihatlah keberhasilan dan kegigihan mereka dibawahmu, karena itu akan memacumu untuk berusaha.

Biasakan diri dengan test TOEFL dan IELTS. Terutama dibagian listening dan writing.
Banyaklah membaca  tulisan-tulisang Bahasa Inggris yang berat (bukan sastra ya) agar menambah vocabulary yang berrsifat akademik. Test TOEFL dan IELTS menggunakan vocabulary akademik.

Baca bacaan yang berkaitan dengan lingkungan, kesehatan, pendidikan, kebijakan public dsb.
Don’t forget to pray. Itu juga penting.

Berikut beberapa jenis beasiswa   yang bisa dicoba:
Chevening (Inggris)
Fullbright ( US)
Australia Awards (Australia)
New Zealand Scholarship
DAAD (Jerman)
Stuned (Belanda)
Monbukagakusho (Jepang)

Note : Teman yang memperkenalkan saya yang memberi saya motivasi untuk mencoba akhirnya lulus di Taiwan untuk melanjutkan pendidikan sciencenya setelah saya pulang ke Aceh.
So, just try.

Miss Dahniar.
Salah satu instruktur Cambridge Lhokseumawe bercerita tentang Perjuangannya meraih Beasiswa.
Part 2

Living and Studying Abroad
Saat anda memutuskan kuliah diluar negeri, jangan takut jika anda harus berangkat sendirian. Why? Karena ketika kita mendaftar ke kampus luar, biasanya mereka menyediakan layanan menjemput para mahasiswa internasional dibandara.

Pada awal saya mendaftarkan dulu dikampus Deakin University  di daerah Burwood, Melbourne, pihak kampus mengirim email dan meminta nomor penerbangan saya. Mereka juga menanyakan akan apakah kita mau tinggal sementara di asrama mahasiswa mereka sementara, sebelum kita mencari  dan mendapatkan  tempat tinggal lain (istilah kita, kost lain) jika kita tidak menyukai kehidupan asrama kampus.

Bahkan pihak kampus bisa juga mengirimkan kita email perwakilan mahasiswa dari negara Indonesia untuk membantu kita pada awal kedatangan (saat saya mencoba mendaftar di kampus di Inggris dan diterima namun tidak berhasil dapat sponsor).

Sebagian kampus memiliki perwakilannya dari negara yang berbeda-beda untuk membantu para mahasiswa internasional baru . So don’t worry about going alone (biasanya jarang sih alone, kecuali biaya sndiri).

Umumnya berangkat satu group.
Karena saya kuliah melalui beasiswa pemerintah Aceh, saya hanya mengikuti apa yang sudah ditetapkan oleh mereka. Ternyata pihak beasiswa sudah mengatur tempat saya tinggal. Saya tinggal di apartement bersama sekitar 9 mahasiswa Aceh lainnya. Sebenarnya saya ingin sekali merasakan tinggal dengan mereka dari background yang berbeda agar speaking English saya saya praktekkan setiap hari. Tapi ujung-ujungnya bahasa Indonesia dan  Bahasa Aceh juga tiap hari meski sudah diluar negeri hehehe..

Tapi Alhamdulillah, beberapa kawan kelas dari negara berbeda menjadi teman yang baik. Jadi speaking English tetap terjaga diluar kampus. We went out together some times. Pergi ke taman, menyusuri  kota kecil dsb.

Awal kegiatan dikampus berupa kegiatan orientation, sebuah kegiatan bagi mahasiswa kampus untuk mengenal lokasi kampus dan membantu mahasiswa baru untuk registrasi, untuk  membuka buku rekening bank, dan untuk membuat ID mahasiswa. Jadi beda sekali kegiatan orientasi kita disini dengan diluar.

Ini merupakan kritik saya bagi kegiatan orientasi kampus di Indonesia yang sering diisi dengan kegiatan peloncoan yang tidaak bermanfaat (semoga benar-benar sudah hilang kegiatan itu).

Model perkuliahan bermacam-macam, tergantung jurusan apa yang kita pilih juga. Jika kita mengambil program master tentunya mata kuliahnya tidak sebanyak S1.  Untuk Master mata kuliah diluar negeri berkisar antara 12 mata kuliah. 4 mata kuliah di trisemester, 4 di trisemester berikutnya dan 4 ditri semester selanjutnya.

Australia menggunakan system trisemester, artinnya semester mereka berkisar hanya 4 bulan, beda dengan Indonesia yang 6 bulan.

Terdengar enak karena tidak lama-lama, namun jika tugas menumpuk dan harus dikumpul di tanggal yang berdekatan, kita bisa hanya berjalan antara kampus, perpustakaan dan apartemen.

Di luar negeri, program masternya juga bisa dipilih, apakah mau research saja, kuliah saja (coursework), atau kuliah dengan research (coursework-research).
Kebanyakan tugas disana berupa  essay.

Makanya jangan heran kalau pemberi beasiswa sangat menekankan kemampuan menulis kita dari nilai IELTS dan TOEFL. Essay disana tidak sembarangan essay dimana disini (saya sering lihat tugas mahasiswa ) yang hanya copy paste. Jangan bawa kebiasaan itu diluar negeri kalau tidak mau berurusan dengan sangsi yang disediakan kampus. Menyontek atau menjiplak merupakan kasus yang serius diluar negeri.

Selain itu, essay yang diharapkan oleh para dosen disana juga harus bisa memperlihatkan ‘Critical Thinking’ kita. Kita juga harus bisa mempertahankan argument kita  di essay dengan dukungan data-data dari bahan  yang kita baca. 

Selain itu, essay juga harus bisa memberikan jawaban dari soal yang dosen berikan artinya tidak melenceng dari topic yang diminta. Dan usahakan mengikuti gaya ‘Anglo Saxon’ karena kehidupan kampus mereka dari budaya Anglo Saxon, dimana mereka menyukai sesuatu yang tidak berbelit-belit, to do point. Gaya penulisan berbeda dalam tiap budaya (saya mempelajari ini dalam mata kuliah saya Cross Culture Understanding). 

Arab terbiasa berputar-putar, Asia jg begitu. Anglo saxon modelnya seperti panah ke bawah.

Makanya jangan heran kalau essay mereka hanya sekitar 2000, 3000, 4000 kata. Hanya beberapa lembar saja. Tapi akan menyulitkan ketika kita tidak terbiasa menulis akademik.

Namun jika sumber yang dibaca banyak, insya Allah mudah dan lancer idenya.

Dan ini juga memberikan nilai lebih dalam essay kita.

Tapi jangan khawatir, kampus juga memberikan layanan bagi mahasiswa baru berupa support class yang membahas tentang penulisan essay di masa orientasi. Itu bisa diiukuti mahasiswa S1 mauppun S2. Mereka menyediakan buku kecil pengantar menulis essay, cara mengquote kutipan, cara menulis daftar pustaka dsb. (saya tidak tau apakah semua kampus memberikan layanan itu).
Salah satu yang terasa sekali perbedaaan kehidupan kampus di sana dan di sini adalah, sikap mahasiswanya yang tidak bising baik didalam dan di luar ruangan kelas serta di perpustakaan.

Apalagi jika anda mengunjungi perpustakaan University of Melbourne di tengah kota, anda tidak berani bersuara sedikitpun.
Lalu bagaimana dengan komunikasi dengan para dosen disana?

Yang pasti disana kita tidak menelpon  atau meng sms dosen ( tapi meng email mereka ). Komunikasi yang paling sering dilakukan adalah melalui email. Kampus menyediakan email setiap dosen. Jadi ketika kita tidak memahami maksud tugasnya kita bisa mengemail dosen kita dan menanyakan lebih lanjut, atau jika kita ingin meminta tambahan waktu untuk tugas essay kita, kita bisa mengemail mereka meminta penangguhan waktu alias extension. Dan mereka akan membalas, don’t worry. Kebanyakan layanan yang diberikan kampus kepada mahasiswa internasional sangat memuaskan. Bahkan sangat dimudahkan yang membuat kita pada akhirnya sering membandingkan dengan layanaan yang diberikan dikampus kita di Indonesia.

Living in Melbourne.

Tinggal di daerah Melbourne tidak serumit tinggal dikota seperti Jakarta (. Melbourne merupakan salah satu kota besar di Australia, selain Sydney. Kalau Sydney lebih bersifat bisnis kotanya, maka Melbourne tidak sebisnis Sydney, lebih ke unsur fashion (gambarannya tidak banyak gedung pencakar langit di Melbourne sebanyak Sydney ) dan tidak se hectic Sydney lalu lintasnya.

Jalan –jalan lebar dan tidak padat.  Jalanan padat hanya di jam pergi dan pulang kerja, dan macetpun tidak terlalu sering. Yang jelas jauh sekali dari kehidupan Jakarta yang  penuh dengan kemacetan dan asap.

Pejalan kaki disana begitu dihargai. Dan hampir di semua kota dinegara maju saya juga mendengar kisah seperti itu. Saya pernah berjalan disekitar area kampus dan berusaha menyeberang jalan, dan kebiasaan menunggu mobil lewat saya dari Aceh saya praktekkan.

Ternyata mobil tersebut berhenti dan dia melambaikan tangannya ke saya untuk lewat, hehe..I just could say “O, thank you” (. Dan ini juga berlaku di jalan raya. Kita bisa melihat di film-film, lampu lalu lintas mereka yang menyediakan symbol pejalan kaki, yang merupakan tanda waktunya pejalan kaki menyeberang. 

Salah satu cara kota ini mencegah kemacetan, mereka menyediakan bus tepat waktu dan menetapkan parkir yang tinggi di daerah  perkotaan. Makanya karyawan kantoran sering meninggalkan mobil mereka di daerah bebas parkir dan memilih naik bus untuk kekantor (Begitu cerita teman bule saya). Pernah suatu hari pada jam kerja saya dan teman ke tengah kota, dan pas masuk bus, hanya kami berdua yang tanpa setelan jas (
Selain itu, kota-kota di Australia juga memberikan informasi yang jelas tentang nama jalan, jadwal bus, jadwal tramp (sejenis kereta api kecil yang ditarik listrik di tengah jalan) yang bisa di akses di website maupun dibaca halte masing-masing. Disana kita akan dilatih menjadi disiplin waktu. Karena kalau tidak you will miss the bus ( (memang tempat kita, yang angkot bisa mundur jemput  kita yang tertinggal (). Dan yang pasti anda akan sering melihat ketenangan jalan raya tanpa klakson mobil dan selip sana selip sini.  Salah satu yang unik adalah mall-mall disana tutup sore hari, sekitar jam 6. :O, kami pernah keluar malam minggu dan berfikir untuk sekedar cuci mata di mall tengah kota Melbourne. Ternyata sampai disana mall sudah  tutup :D. Mereka terlihat lebih memilih berhenti kerja di malam hari dan menghabiskan weekend dengan keluarga, teman, pacar , di restaurant-restaurant. Sepertinya, they try to enjoy their lives dan melupakan kehidupan bekerja sampai larut malam.
Kota Melbourne juga ramah lingkungan.

Banyak taman-taman besar disediakan dimana pohon pohon hijau dijaga kehidupannya. Saya pernah bertanya kepada salah satu teman bule saya “what’s the orange box near the tree Del?” dan dia bilang “ it’s a water box  where the water will flow itself to keep the tree from drying when summer comes”. Begitulah mereka menjaga pohon pohon untuk tidak mati.

Satu hal positive lain yang bisa dipraktekkan adalah kebiasaan penggunaan kata “sorry, thank you, dan excuse me” . Kita bisa mendengar dari penumpang bus yang turun dan mengucapkan “thank you” untuk sopirnya, atau “sorry”  ketika mereka tanpa sengaja menyenggol kita sedikit di swalayan (meski bisa jadi yang menyenggol adalah kita )
So, that’s it. I feel I write too much. Yang pasti, berjalanlah ke belahan dunia agar kita mengenal dan mempelajari banyak hal. Ambil yang postivenya dan tinggalkan yang negativenya. Ambil yang positivenya dan praktekkan di tempat asal kembali. Kalau saya pribadi yang saya sukai dari perjalanan saya keluar adalah layanan public mereka yang begitu memudahkan setiap orang, baik sebagai mahasiswa maupun sebagai pengguna jalan raya. Semoga kampus-kampus di Indonesia bisa lebih ramah dan terbuka informasinya, semoga mahasiswa-mahasiswa lebih tertib dikampus,  dan semoga jalanan di kota-kota Indonesia  lebih teratur dan juga lebih ramah dengan pengguna jalannya.

Dahniar Dawud
Master in Teaching English for Speakers of Other Languages (TESOL)
Deakin University, Burwood, Melbourne, Victoria.

_______________________________
Tertarik kuliah keluar Negeri?
Yuk persiapkan kemampuan Bahasa Inggris dengan Baik, Cambridge Lhokseumawe dengan senang hati akan membantu kamu. Segera dapatkan kesempatan kursus privat dilatih dari Dasar Jaminan Sampai Lancar.
Mau tahu info lengkap lainnya?

Datang langsung ke Jalan air bersih / jln Karimuddin Hasballah , ruko no 41, disamping mitra klinik, (bisa lewat jln Peutua Ibrahim dekat Kantor RRI pajak inpres) pas di simpang empatnya trus belok kiri, atau telfon aja ke nomor :
0823 6715 2233 ataupun ke nomor
0823 6493 9007 untuk ikut kelas dengan penawaran menarik sekarang juga!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Menjawab Wawancara Kerja dalam bahasa Inggris

Berikut 10 soal wawancara kerja dalam bahasa Inggris beserta contoh jawaban: Soal 1: Pengenalan Diri Pertanyaan: Can you tell me...